JAKARTA - Pada hari-hari menjelang Idul Adha, sering kita saksikan hal-hal yang khas di sepanjang jalan dan kampung di Jakarta. Meski tidak seramai dengan Hari Raya Idul Fitri, Lebaran kurban tetap memiliki keunikan tersendiri.Hal yang paling menonjol dari Idul Adha adalah maraknya perdagangan dan penjualan hewan kambing dan sapi. Banyak tempat dan sudut di Jakarta dijadikan lokasi perdagangan hewan kurban.Salah satu sentra perdagangan hewan kurban, berupa sapi dan kambing, di Jakarta terdapat di sepanjang Jalan Melati, tepatnya sekitar Pasar Rawa Badak, Kelurahan Rawa Badak, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Ada sekitar puluhan pedagang musiman dan ratusan hewan kurban yang berada di sepanjang jalan ini. Perdagangan hewan kurban di tempat ini sudah berlangsung puluhan tahun. Seperti diutarakan oleh Hidayat (28), salah seorang pedagang sapi kurban. Ia mengaku ayahnya, almarhum Sugito, sudah melakukan perdagangan sapi kurban sejak tahun 1968 di Rawa Badak. ”Kata ayah saat masih hidup, jaman dulu masih belum banyak pedagang yang berjualan sapi untuk kurban. Tempat ini masih sepi, baik itu penjualnya maupun pembelinya,” ujarnya. Ia menjelaskan penjualan hewan kurban sudah menjadi bisnis keluarganya sampai kini. ”Ayah saya memberi wasiat kepada kami untuk tidak meninggalkan bisnis ini. Sekaligus kita jangan meninggalkan wilayah Tanjung Priok dalam berbisnis sapi kurban. Katanya tempat dan bisnis ini bawa rejeki,” tambahnya.
Boleh jadi ucapan ayah Hidayat ada benarnya juga. Kalau kita lihat pendapatan dari hasil penjualan sapi yang diterima oleh Hidayat dan karyawannya yang berjumlah 10 orang, paling tidak Rp 5 juta per ekor sapi masuk ke kantongnya setelah dipotong biaya transportasi, makan, dan sewa tempat. Padahal dalam setiap hari, tak kurang dua hingga sepuluh ekor sapi berhasil mereka jual. Harga sapi kurban asal Klaten yang dijual oleh pihaknya kepada konsumennya diakuinya tergolong cukup mahal. Mulai sapi yang berharga Rp 4,5 juta hingga Rp 10 juta untuk setiap ekor. ”Dalam seminggu lebih kita jualan di tempat ini, kita berhasil menjual 60 sampai 70 ekor sapi,” katanya tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Banyaknya rupiah yang mengalir dari bisnis penjualan hewan kurban juga dialami Suhandi (44), pedagang kambing asal Banten. Bahkan ia dan dua saudaranya ”mengimpor” kambing dari Ciamis, Jawa Barat hingga Bangkalan, Madura.”Meski usia bisnis ini paling lama hanya lima belas hari, tapi saya berani terjun ke dalam bisnis. Kita bisa dapatkan belasan jutaan rupiah hanya dalam jangka waktu itu. Kalau kita kerja di kantor, perlu bertahun-tahun untuk dapat banyak uang,” beber pria yang sudah lima belas tahun berjualan kambing kurban. Ia mengungkapkan dirinya bisa meraup untung Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu untuk setiap ekor kambing. Sudah 31 ekor kambing yang berhasil ia jual sejak seminggu lalu.
Melalui Internet
Seiring dengan kemajuan zaman, bisnis hewan kurban juga mengalami kemajuan dalam hal marketing. Akam (25), pedagang kambing dan sapi kurban, menggunakan sarana telepon selular dan internet dalam menjual hewan-hewan kurbannya. ”Sejujurnya, kita sudah untung jualan hewan kurban meski tetap mangkal di depan Pasar Rawa Badak. Tapi kita hanya memperluas pasaran penjualan hewan kurban kok,” jelas anak muda jebolan Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang mengaku tertarik terjun dalam bisnis menggiurkan ini. Metode pemasaran hewan kurban yang ia lakukan melalui media elektronik adalah mengirimkan iklan dan foto hewan kurbannya ke setiap miling list (milist) di internet dan Short Massage Service (SMS). ”Sebetulnya metode ini sudah dipakai oleh pedagang lainnya, hanya mereka biasanya menempelkan poster dan spanduk iklan di tembok dan tiang. Kita perbaharui saja cara mereka, lumayan pelanggan makin bertambah dan cukup murah,” paparnya.
Selain itu, pihaknya juga memberikan pelayanan berupa garansi kepada setiap pembeli hewan kurbannya. ”Kalau hewan yang mereka beli itu tidak sesuai dengan apa yang kita promosikan. Saya jamin hewannya kita ganti,” tuturnya setengah promosi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar